PP No 6 Tahun 2010 Tentang Sat Pol PP
PANCA WIRA SATYA POLISI PAMONG PRAJA
KAMI POLISI PAMONG PRAJA SELURUH INDONESIA DENGAN INI MENYATAKAN :
1. KAMI POLISI PAMONG PRAJA SETIA KEPADA
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA YANG BERDASARKAN PANCASILA DAN
UNDANG-UNDANG DASAR 1945
2. KAMI POLISI PAMONG PRAJA SETIA KEPADA PEMERINTAHAN YANG SAH
3. KAMI POLISI PAMONG PRAJA ADALAH PEREKAT BANGSA DALAM MEMELIHARA PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA
4. KAMI POLISI PAMONG PRAJA MENJUNJUNG TINGGI KEJUJURAN, KEBENARAN DAN NILAI-NILAI BUDAYA
5. KAMI POLISI PAMONG PRAJA PATUH DAN TAAT DALAM MELAKSANAKAN, MENEGAKKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Keberadaan
Polisi Pamong Praja saat ini, tidak lepas dari permasalahan yang
muncul, dan yang kita hadapi sejak diproklamirkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945.Untuk melangsungkan
dan mempertahankan Negara Kesatruan Republik Indonesia, dipandang
perlu adanya ketentraman dan ketertiban umum masyarakat, agar
pemerintah yang telah terbentuk dapat berjalan dengan baik.
Oleh karena itu, sesuai surat Perintah Jawatan Praja di daerah Istimewa Yogyakarta nomor : 1 Tahun 1948, dibentuklah “DETASEMEN POLISI PENJAGA KEAMANAN KAPANEWON” pada tanggal 30 Oktober 1948.
Belum satu bulan, Detasemen ini dirubah namanya menjadi “DETASEMEN POLISI PAMONG PRAJA”
berdasarkan Surat Perintah Jawatan Praja Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor: 2 tahun 1948 tanggal 10 November 1948. Inilah yang merupakan “EMBRIO” dari kelahiran Polisi Pamong Praja.
Pada tahun 1950, melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 32/2/20 tanggal 3 Maret 1950 “DETASEMEN POLISI PAMONG PRAJA” dirubah namanya menjadi “KESATUAN POLISI PAMONG PRAJA”, dan tanggal 3 Maret 1950 inilah ditetapkan menjadi hari jadi “SATUAN POLISI PAMONG PRAJA” yang diperingati pada setiap tahun.
Bersamaan dengan keputusan tersebut,
dikeluarkan Ketetapan Menteri Dalam Negeri Nomor : UP. 32/2/2/21,
tentang pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja diluar Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Sepuluh tahun kemudian, dengan Surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 7 tahun 1960, Kesatuan Polisi
Pamong Praja di bentuk di tiap-tiap Daerah Tingkat I. Hal ini mendapat
dukungan dari para Petinggi Militer Angkatan Perang, sebagaimana dikatakan oleh KOLONEL BASUKI RAHMAT,
adanya tim Polisi pamong Praja di tiap-tiap Kawedanan dan Kecamatan,
guna mengembalikan kewibawaan Pemerintah Daerah, menuju stabilitas
Pemerintah pada umumnya.
Pada tahun 1962, sesuai dengan
Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor : 10
tahun 1962 tanggal 11 Juni 1962, nama Kesatuan Polisi Pamong Praja
diubah menjadi “PAGAR BAYA“ dengan alasan untuk membedakan dari “KORPS KEPOLISIAN NEGARA“, sebagaimana dimaksud Undang-Undang Pokok Kepoilisian Nomor : 13 tahun 1961.
Selanjutnya sesuai dengan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor : 1 tahun 1963 “KESATUAN PAGAR BAYA“ diganti namanya menjadi “KESATUAN PAGAR PRAJA”.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun1974, tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, maka nama “KESATUAN PAGAR PRAJA” dirubah lagi menjadi “SATUAN POLISI PAMONG PRAJA”, sebagai perangkat wilayah, yang melaksanakan tugas dekonsentrasi sesuai dengan bunyi Pasal 86 ayat 1.
Dari sejarah tersebut dapat kita
pahami, bahwa tugas utama Polisi Pamonbg Praja pada waktu itu, menurut
Peraturan Menteri Pemerntahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor : 10
tahun 1962 tanggal 11 Juli 1962, adalah membantu para pejabat Pamong
Praja khususnya di Tingkat Kecamatan, yang meliputi antara lain :
- Pelaksanaan ronda desa atau kampung
- Penjagaan kerusakan pengairan
- Hal pemungutan pajak
- Pelaksanaan kegiatan penyuntikan cacar
- Kegiatan sensus dan
- Penjagaan pelanggaran terhadap Peraturan Daerah, dan lain-lain pekerjaan, yang berhubungan dengan pekerjaan Pamong Praja
Secara lebih sistimatis, tugas dan wewenang Polisi Pamong Praja saat itu, meliputi antara lain :
- Segala pekerjaan yang bersifat Vertikal maupun otonom, terutama menjadi mediator antara Camat dan Kepala Desa atau sebaliknya.
- Melaksanakan Kebijakan Profesional Kepala Daerah, serta melakukan pengawasan dan pengamanan pelaksanaan Peraturan Pemerintah.
- Melakukan tindakan penuntutan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah dan Peraturan Pemerintah
- Melakukan tugas Intelijen.
Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 32
tahun 2004 tentang Peemerintahan Daerah, dan sesuai dengan bunyi
pasal 148 ayat 1, Polisi Pamong Praja ditetapkan sebagai Perangkat
Pemerintah Daerah, dengan tugas pokok menegakkan Peraturan Daerah,
penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, sebagai
pelaksanaan tugas desentralisasi.
TUGAS,FUNGSI & KEWENANGAN SAT POL PP
Satuan Polisi Pamoing Praja (Satpol PP) mempunyai tugas membantu kepala daerah untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena itu, di samping menegakkan Perda, Satpol PP juga dituntut untuk menegakkan kebijakan pemerintah daerah lainnya yaitu peraturan kepala daerah.
Untuk mengoptimalkan kinerja Satpol PP perlu dibangun kelembagaan Satpol PP yang mampu mendukung terwujudnya kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur. Penataan kelembagaan Satpol PP tidak hanya mempertimbangkan kriteria kepadatan jumlah penduduk di suatu daerah, tetapi juga beban tugas dan tanggung jawab yang diemban, budaya, sosiologi, serta risiko keselamatan polisi pamong praja.
Dasar hukum tentang tugas dan tanggung jawab Satpol PP adalah PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamoing Praja yang ditetapkan pada tanggal 6 Januari 2010. Dengan berlakunya PP ini maka dinyatakan tidak berlaku lagiPP Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4428).
Berikut kutipan isi PP Nomor 6 tahun 2010 tentang Satpol PP.
Pengertian (Pasal 3)
(1) Satpol PP merupakan bagian perangkat daerah di bidang penegakan Perda, ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
(2) Satpol PP dipimpin oleh seorang kepala satuan dan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.
Syarat menjadi Satpol PP (Pasal 16)
Persyaratan untuk diangkat menjadi Polisi Pamong Praja adalah:
a. pegawai negeri sipil;
b. berijazah sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau yang setingkat;
c. tinggi badan sekurang-kurangnya 160 cm (seratus enam puluh sentimeter) untuk laki-laki dan 155 cm (seratus lima puluh lima sentimeter) untuk perempuan;
d. berusia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun;
e. sehat jasmani dan rohani; dan
f. lulus Pendidikan dan Pelatihan Dasar Polisi Pamong Praja.
Kedudukan (Pasal 3 ayat (2))
Satpol PP dipimpin oleh seorang kepala satuan dan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.
Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Satpol PP mempunyai fungsi:
a. penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat;
b. pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah;
c. pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di daerah;
d. pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya;
f. pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan menaati Perda
dan peraturan kepala daerah; dan
g. pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.
Wewenang (Pasal 6)
Polisi Pamong Praja berwenang:
a. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah;
d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah; dan
Dalam melaksanakan tugasnya, Polisi Pamong Praja wajib:
a. menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat;
c. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
adanya pelanggaran terhadap Perda dan/atau peraturan kepala daerah.
Pemberhentian (Pasal 18)
Polisi Pamong Praja diberhentikan karena:
a. alih tugas;
b. melanggar disiplin Polisi Pamong Praja;
c. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; dan/atau
d. tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Polisi Pamong Praja.
Tata Kerja
Satpol PP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik secara vertikal maupun horizontal. (Pasal 25)
Setiap pimpinan organisasi dalam lingkungan Satpol PP provinsi dan kabupaten/kota bertanggung jawab memimpin, membimbing, mengawasi, dan memberikan petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan, dan bila terjadi penyimpangan, mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.( Pasal 26.)
Kerja sama dan Koordinasi (Pasal 28)
(1) Satpol PP dalam melaksanakan tugasnya dapat meminta bantuan dan/atau bekerja sama dengan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau lembaga lainnya.
(2) Satpol PP dalam hal meminta bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau
lembaga lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak selaku koordinator operasi
lapangan.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas hubungan fungsional, saling
membantu, dan saling menghormati dengan mengutamakan kepentingan umum dan memperhatikan
hierarki dan kode etik birokrasi.
TUGAS,FUNGSI & KEWENANGAN SAT POL PP
Satuan Polisi Pamoing Praja (Satpol PP) mempunyai tugas membantu kepala daerah untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena itu, di samping menegakkan Perda, Satpol PP juga dituntut untuk menegakkan kebijakan pemerintah daerah lainnya yaitu peraturan kepala daerah.
Untuk mengoptimalkan kinerja Satpol PP perlu dibangun kelembagaan Satpol PP yang mampu mendukung terwujudnya kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur. Penataan kelembagaan Satpol PP tidak hanya mempertimbangkan kriteria kepadatan jumlah penduduk di suatu daerah, tetapi juga beban tugas dan tanggung jawab yang diemban, budaya, sosiologi, serta risiko keselamatan polisi pamong praja.
Dasar hukum tentang tugas dan tanggung jawab Satpol PP adalah PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamoing Praja yang ditetapkan pada tanggal 6 Januari 2010. Dengan berlakunya PP ini maka dinyatakan tidak berlaku lagiPP Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4428).
Berikut kutipan isi PP Nomor 6 tahun 2010 tentang Satpol PP.
Pengertian (Pasal 3)
(1) Satpol PP merupakan bagian perangkat daerah di bidang penegakan Perda, ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
(2) Satpol PP dipimpin oleh seorang kepala satuan dan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.
Syarat menjadi Satpol PP (Pasal 16)
Persyaratan untuk diangkat menjadi Polisi Pamong Praja adalah:
a. pegawai negeri sipil;
b. berijazah sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau yang setingkat;
c. tinggi badan sekurang-kurangnya 160 cm (seratus enam puluh sentimeter) untuk laki-laki dan 155 cm (seratus lima puluh lima sentimeter) untuk perempuan;
d. berusia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun;
e. sehat jasmani dan rohani; dan
f. lulus Pendidikan dan Pelatihan Dasar Polisi Pamong Praja.
Kedudukan (Pasal 3 ayat (2))
Satpol PP dipimpin oleh seorang kepala satuan dan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.
- (Pertanggungjawaban Kepala Satpol PP kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah adalah pertanggungjawaban administratif. Pengertian “melalui” bukan berarti Kepala Satpol PP merupakan bawahan langsung sekretaris daerah. Secara struktural Kepala Satpol PP berada langsung di bawah kepala daerah).
Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat.
- (Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah termasuk penyelenggaraan perlindungan masyarakat).
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Satpol PP mempunyai fungsi:
a. penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat;
b. pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah;
c. pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di daerah;
d. pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;
- (Tugas perlindungan masyarakat merupakan bagian dari fungsi penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, dengan demikian fungsi perlindungan masyarakat yang selama ini berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah bidang kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat menjadi fungsi Satpol PP)
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya;
f. pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan menaati Perda
dan peraturan kepala daerah; dan
g. pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.
Wewenang (Pasal 6)
Polisi Pamong Praja berwenang:
a. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah;
- (Tindakan penertiban nonyustisial adalah tindakan yang dilakukan oleh Polisi Pamong Praja dalam rangka menjaga dan/atau memulihkan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat terhadap pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala daerah dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak sampai proses peradilan)
- (Yang dimaksud dengan ”menindak” adalah melakukan tindakan hukum terhadap pelanggaran Perda untuk diproses melalui peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan).
d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah; dan
- (Yang dimaksud dengan “tindakan penyelidikan” adalah tindakan Polisi Pamong Praja yang tidak menggunakan upaya paksa dalam rangka mencari data dan informasi tentang adanya dugaan pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala daerah, antara lain mencatat, mendokumentasi atau merekam kejadian/keadaan, serta meminta keterangan).
- (Yang dimaksud dengan “tindakan administratif” adalah tindakan berupa pemberian surat pemberitahuan, surat teguran/surat peringatan terhadap pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala daerah).
Dalam melaksanakan tugasnya, Polisi Pamong Praja wajib:
a. menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat;
- (Yang dimaksud dengan ”norma sosial lainnya” adalah adat atau kebiasaan yang diakui sebagai aturan/etika yang mengikat secara moral kepada masyarakat setempat).
c. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
- (Yang dimaksud dengan ”membantu menyelesaikan perselisihan” adalah upaya pencegahan agar perselisihan antara warga masyarakat tersebut tidak menimbulkan gangguan ketenteraman dan ketertiban umum).
- (Yang dimaksud dengan ”tindak pidana” adalah tindak pidana di luaryang diatur dalam Perda)
adanya pelanggaran terhadap Perda dan/atau peraturan kepala daerah.
Pemberhentian (Pasal 18)
Polisi Pamong Praja diberhentikan karena:
a. alih tugas;
b. melanggar disiplin Polisi Pamong Praja;
c. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; dan/atau
d. tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Polisi Pamong Praja.
Tata Kerja
Satpol PP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik secara vertikal maupun horizontal. (Pasal 25)
Setiap pimpinan organisasi dalam lingkungan Satpol PP provinsi dan kabupaten/kota bertanggung jawab memimpin, membimbing, mengawasi, dan memberikan petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan, dan bila terjadi penyimpangan, mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.( Pasal 26.)
Kerja sama dan Koordinasi (Pasal 28)
(1) Satpol PP dalam melaksanakan tugasnya dapat meminta bantuan dan/atau bekerja sama dengan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau lembaga lainnya.
(2) Satpol PP dalam hal meminta bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau
lembaga lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak selaku koordinator operasi
lapangan.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas hubungan fungsional, saling
membantu, dan saling menghormati dengan mengutamakan kepentingan umum dan memperhatikan
hierarki dan kode etik birokrasi.